Kerusuhan Anti Tionghoa di Bandung 1963
Kerusuhan Anti Tionghoa di Bandung 1963 adalah peristiwa kerusuhan yang terjadi pada 10 Mei 1963 di Bandung, Jawa Barat, Indonesia. Kerusuhan ini dipicu oleh keributan antara mahasiswa pribumi dan non-pribumi di kampus Institut Teknologi Bandung.
Kronologi
Pada 10 Mei 1963, lebih dari 200 mobil dan sepeda motor dirusak dan dibakar oleh para pemuda. Di kalangan mahasiswa ITB, muncul ketegangan antara pemuda "asli" dan pemuda "warga keturunan Tionghoa".
Konflik di ITB bermula dari ketegangan antar geng yang terjadi antar mahasiswa di Kampus Ganesha. Di kampus ini, pergantian jam kuliah biasa juga berganti ruang kelas karena menyesuaikan lokasi perkuliahan. Pada pergantian ruang kelas, terjadi perebutan kursi yang paling nyaman untuk mendengar kuliah dosen. Jika terlambat mem-booking kursi, maka dipastikan tidak akan mendapat tempat yang nyaman, akibatnya proses kuliah akan terganggu. Pada lomba perebutan kursi ini, mahasiswa Tionghoa lebih cepat bergerak karena mereka memiliki sepeda motor, sesuatu yang istimewa pada saat itu. Akibatnya, terjadi kecemburuan sosial yang mengakar menjadi sentimen etnis.
Kemudian, para mahasiswa pribumi menggalang kekuatan untuk memberi pelajaran kepada mahasiswa Tionghoa. Aktivis mahasiswa pribumi menggalang kekuatan, di antaranya : Siswono Yudohusodo (mahasiswa ITB, aktivis GMNI, Dedi Khrisna (mahasiswa Kimia Teknik ITB, anggota Persatuan Mahasiswa Bandung/PMNB), Abdul Qoyim Tjandranegara (mahasiswa Kimia Teknik ITB), Muslimin Nasution (mahasiswa Mesin ITB), Parlin Mangunsong (mahasiswa Universitas Padjadjaran), Soeripto (mahasiswa Universitas Padjadjaran, aktivis Gerakan Mahasiswa Sosialis/Gemsos), dan Rahman Tolleng (mahasiswa, kader PSI).
Gerakan konsolidasi inilah yang kemudian menyatukan mahasiswa pribumi untuk memberi pelajaran kepada mahasiswa Tionghoa, bentuknya intimidasi dan kekerasan. Awalnya, pelajaran akan dieksekusi pada 5 Mei 1963, namun informasi bocor yang menjadikan rencana ini gagal. Kemudian, pelaksanaannya diundur pada 10 Mei 1963. Akan tetapi, informasi tetap bocor, yang menggiring mahasiswa untuk berkumpul di kampus ITB, di Gedung VI Kampus Ganesha. Dari peristiwa ini, yang menjadi sentimen anti-Tionghoa kemudian merebak menjadi aksi massa yang menjalar di sebagian besar Kota Bandung. Rumah-rumah orang Tionghoa dan toko-toko kelontong yang terkait dengan jaringan usaha orang Tionghoa menjadi sasaran amuk massa. Kerusuhan ini menjalar ke kota-kota di sekitar Bandung, yakni Sumedang, Tasikmalaya, Cirebon, dan Sukabumi.
Kerusuhan mahasiswa ITB yang terbelah antara mahasiswa pribumi dan non-pribumi, dalam kasus anti-Tionghoa kemudian disusupi oleh kepentingan politik. Pada waktu itu, politik Soekarno yang lebih dekat dengan PKI, tidak disukai oleh kelompok PSI. Beberapa mahasiswa yang dekat dengan PSI, yakni Rahman Tolleng dan Soeripto menjadi tulang punggung dalam aksi mahasiswa ini. Di samping itu, ada Siswono Yudohusodo yang merupakan aktivis GMNI. Keterlibatan Siswono, yang dekat dengan GMNI dan merupakan pembela Soekarno memang menjadi perkecualian. Hal ini dikarenakan pada waktu itu Siswono tidak setuju dengan politik Soekarno yang lebih dekat dengan PKI. Di samping kepentingan ideologi politik, keterlibatan orang-orang Tionghoa di Baperki juga menjadi sentimen negatif. Baperki, secara organisatoris lebih dekat dengan kepentingan politik PKI.
Akibat
Akibat dari kerusuhan tersebut, seperti yang diakui oleh Menteri / Kepala Staf Angkatan Kepolisian Negara Soekarno Djojonegoro dalam surat kabar, rumah dan toko-toko di bagian-bagian Jalan Asia Afrika, Jalan Braga, dan Jalan Otto Iskandardinata, serta Pasar Baru mendapat kerusakan.
Referensi
- Aziz, Munawir. 2021. Bapak Tionghoa Nusantara: Gus Dur, Politik Minoritas, dan Strategi Kebudayaan. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara
- l
- b
- s
- Revolusi Sosial Sumatra Timur
- Perang Cumbok
- Peristiwa Madiun
- Kudeta APRA
- Pemberontakan DI/TII
- Peristiwa Andi Azis
- Sinterklas Hitam
- Gerakan 30 September
- Pembantaian 1965-1966
- Peristiwa 19 Agustus 1966
- Pemberontakan di Aceh
- Konflik Papua
- Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia
- Permesta
- Aksi 5 Agustus 1989
- Peristiwa 27 Juli
- Kerusuhan Mei 1998
- Revolusi Sosial Sumatera Timur 1946
- Kerusuhan Anti Tionghoa di Bandung 1963
- Peristiwa Mangkuk Merah 1967
- Peristiwa Malari 1974
- Kerusuhan Solo 1980
- Peristiwa Talangsari 1989
- Kerusuhan Situbondo 1996
- Kerusuhan Banjarmasin 1997
- Kerusuhan Mei 1998
- Kerusuhan Poso
- Konflik sektarian Maluku
- Konflik Sampit 2001
- Kerusuhan Koja April 2010
- Kerusuhan Tarakan September 2010
- Unjuk rasa dan kerusuhan Jakarta 2019
- Pembatasan penggunaan internet di Indonesia 2019
- Bentrok Jayanti
- Kerusuhan Haruku 2022
- Pembantaian Rawagede
- Pembantaian Westerling
- Tragedi Mergosono
- Pembantaian Rengat
- Pembantaian simpatisan komunis 1965/1966
- Penembakan misterius
- Peristiwa Tanjung Priok
- Pembantaian Santa Cruz
- Peristiwa 27 Juli
- Penculikan aktivis 1997/1998
- Tragedi Trisakti
- Tragedi Semanggi
- Tragedi Simpang KKA
- Tragedi Beutong Ateuh
- Insiden Alastlogo
- Penembakan Cebongan
- Unjuk rasa dan kerusuhan Jakarta 2019
- Unjuk rasa dan kerusuhan Indonesia September 2019
- Pembatasan penggunaan internet di Indonesia 2019
- Tragedi Gelora Bandung Lautan Api 2022
- Tragedi Stadion Kanjuruhan 2022
Lihat pula: Pelanggaran hak asasi manusia oleh Tentara Nasional Indonesia
- Templat:Terorisme di Indonesia