Laut dalam
Laut dalam adalah lapisan terbawah dari lautan, berada di bawah lapisan thermocline pada kedalaman lebih dari 1828 m. Sangat sedikit atau bahkan tidak ada cahaya yang dapat masuk ke area ini, sebagian besar organisme bergantung pada material organik yang jatuh dari zona fotik. Karena alasan inilah para saintis mengira bahwa kehidupan di tempat ini akan sangat sedikit, tetapi dengan adanya peralatan yang dapat menyelam ke kedalaman, ditemukan bahwa ditemukan cukup banyak kehidupan di arena ini.
Pada tahun 1960, Bathyscaphe Trieste menuju ke dasar dari Palung Mariana dekat Guam, pada kedalaman 35.798 kaki (10.911 m), titik terdalam di bumi. Jika Gunung Everest ditenggelamkan, maka puncaknya akan berada lebih dari satu mil dari permukaan. Pada kedalaman ini, ikan kecil mirip flounder terlihat.
Kapal selam penelitian Jepang, Kaiko, adalah satu-satunya yang dapat menjangkau kedalaman ini, dan lalu hilang pada tahun 2003.
Kita mengetahui bulan lebih banyak diketahui daripada laut dalam. Hingga tahun 1970, hanya sedikit yang diketahui tentang kemungkinan adanya kehidupan pada laut dalam. Namun penemuan koloni udang dan organisme lainnya di sekitar ventilasi hidrotermal mengubah pandangan itu. Organisme-organisme tersebut hidup dalam keadaan anaerobik dan tanpa cahaya pada keadaan kadar garam yang tinggi dan temperatur 149 oC. Mereka menggantungkan hidup mereka pada hidrogen sulfida, yang sangat beracun pada kehidupan di daratan. Penemuan revolusioner tentang kehidupan tanpa cahaya dan oksigen ini meningkatkan kemungkinan akan adanya kehidupan di tempat lain di alam semesta ini. Para peneliti berspekulasi bahwa Europa, salah satu bulan Jupiter mungkin memiliki kondisi yang bisa mendukung kehidupan.
Kehidupan
Area di bawah zona epipelagic dibagi menjadi beberapa zona, dimulai dari mesopelagic yang berada 200 hingga 1000 m di bawah permukaan laut, di mana cahaya masih dapat masuk untuk membentuk kehidupan. Di bawah lapisan ini, terdapat aphotic bathypelagic, abyssopelagic, dan hadopelagic. Makanan yang ada terdiri dari kejatuhannya materi organik dari lapisan atas lautan, yang dikenal dengan nama salju lautan.
Daripada memanfaatkan udara untuk gaya apung, banyak spesies memiliki lapisan daging seperti ubur-ubur yang terdiri dari glukosaminoglikan yang memiliki densitas yang sangat rendah. Dan juga telah diketahui bahwa cumi-cumi laut dalam mengkombinasikan jaringan gelatin dengan ruang pengapungan dalam tubuh mereka untuk diisi oleh sampah sisa metabolisme seperti amonium klorida, yang berdensitas lebih rendah daripada air.
Ikan di kedalaman laut menengah memiliki adaptasi spesial untuk kondisi tersebut. Mereka berukuran kecil, metabolisme yang rendah, dan lebih memilih untuk menunggu makanan datang daripada menghabiskan tenaga untuk mencarinya. Mereka memiliki tubuh yang lemah, struktur otot dan tulang yang berair. Karena rendahnya keberadaan cahaya, mencari rekan untuk berkembang biak adalah hal yang cukup sulit sehingga banyak organisme yang hermafrodit.
Karena cahaya sangat langka, ikan-ikan pada umumnya memiliki mata tubuler yang lebih besar dari ukuran normal dan hanya diisi oleh sel tabung. Sesungguhnya, organisme laut dalam sangat bergantung pada jatuhnya material organik hidup dan tak hidup. Hanya 1 hingga 3% material organik yang diproduksi di lautan bagian atas yang jatuh ke dasar laut dalam bentuk salju lautan. Keruntuhan makanan terbesar, misalnya bangkai hewan (penyu, paus, dan lain-lain) dan penelitian menunjukkan bahwa hal ini terjadi cukup sering. Sangat banyak sekali pemakan bangkai di laut dalam, meski banyak juga yang hanya menyeleksi partikel organik yang berjatuhan.
Di laut dalam juga terdapat makhluk hidup yang tidak bergantung pada material organik terlarut sebagai makanan mereka. Jenis makhluk hidup tersebut hanya ditemukan di sekitar hydrothermal vent. Sebagai contoh adalah hubungan simbiotik antara cacing tabung Riftia dengan bakteri kemosintetik. Kemosintesis yang mendukung kehidupan komunitas kompleks tersebut dapat ditemukan di sekitar hydrothermal vent. Komunitas ini adalah satu-satunya komunitas di planet ini yang tidak bergantung pada keberadaan cahaya matahari.
Pranala luar
- Salju Lautan
- Kehidupan di laut dalam
- Deep Sea Foraminifera – Deep Sea Foraminifera from 4400m depth, Antarctica - an image gallery and description of hundreds of specimens
- Deep Ocean Exploration Diarsipkan 2012-09-24 di Wayback Machine. on the Smithsonian Ocean Portal
- Deep Sea Creatures Facts and images from the deepest parts of the ocea
- l
- b
- s
- Teori gelombang Airy
- Skala Ballantine
- Ketidakstabilan Benjamin–Feir
- Aproksimasi Boussinesq
- Gelombang pecah
- Clapotis
- Gelombang knodial
- Gelombang laut persegi
- Dispersi
- Gelombang ekuatorial
- Gelombang gravitasi
- Hukum Green
- Gelombang infragravitasi
- Gelombang internal
- Bilangan Iribarren
- Gelombang Kelvin
- Gelombang kinematik
- Arus sejajar pantai
- Prinsip variasi Luke
- Tegangan radiasi
- Gelombang raksasa
- Gelombang Rossby
- Keadaan laut
- Seiche
- Tinggi gelombang signifikan
- Soliton
- Lapisan batas Stokes
- Pergeseran Stokes
- Gelombang Stokes
- Gelombang alun
- Gelombang trochoidal
- Tsunami
- Bilangan Ursell
- Dasar gelombang
- Tinggi gelombang
- Ketidaklinearan gelombang
- Energi ombak
- Radar gelombang
- Pendangkalan gelombang
- Turbulensi gelombang
- Interaksi gelombang dan arus
- Gelombang di perairan dangkal
- Persamaan Saint-Venant dimensi satu
- Persamaan perairan dangkal
- ombak
- Model
- Sirkulasi atmosfer
- Baroklinitas
- Arus batas
- Gaya Coriolis
- Gaya Coriolis–Stokes
- Gaya vorteks Craik–Leibovich
- Downwelling
- Eddy
- Batas Ekman
- Spiral Ekman
- Transpor Ekman
- El Niño–Osilasi Selatan
- Arus geostropik
- Global Ocean Data Analysis Project
- Arus Teluk
- Sirkulasi halotermal
- Arus Humboldt
- Sirkulasi hidrotermal
- Sirkulasi Langmuir
- Arus Loop
- Arus laut
- Dinamika laut
- Pusaran samudra
- Pemodelan Princeton
- Arus pecah
- Arus subpermukaan
- Keseimbangan Sverdrup
- Sirkulasi termohalin
- berhenti
- Upwelling
- Arus akibat angin
- Pusaran air
- World Ocean Circulation Experiment
- Titik amphidromic
- Pasang Bumi
- Head of tide
- Internal tide
- Lunitidal interval
- Perigean spring tide
- Arus pecah
- Rule of twelfths
- Slack water
- Tidal bore
- Gaya pasang surut
- Energi pasang surut
- Tidal race
- Tunggang pasang surut
- Tidal resonance
- Tide gauge
- Tideline
- Teori pasang laut
- Abyssal fan
- Dataran abisal
- Atol
- Bathymetric chart
- Geografi pesisir
- Cold seep
- Continental margin
- Continental rise
- Landas benua
- Lubuk
- Contourite
- Guyot
- Hidrografi
- Cekungan samudra
- Oceanic plateau
- Palung samudra
- Passive margin
- Dasar laut
- Gunung bawah laut
- Lembah bawah laut
- Gunung api bawah laut
lempeng
- Batas divergen
- Batas konvergen
- Fracture zone
- Ventilasi hidrotermal
- Geologi kelautan
- Mid-ocean ridge
- Mohorovičić discontinuity
- Hipotesis Vine–Matthews–Morley
- Kerak samudra
- Outer trench swell
- Ridge push
- Pemekaran lantai samudra
- Slab pull
- Slab suction
- Slab window
- Subduksi
- Pergeseran sesar
- Busur vulkanik
- Air laut dalam
- Laut dalam
- Litoral
- Mesopelagik
- Oceanic
- Pelagik
- Fotik
- Selancar
- Basah
- Deep-ocean Assessment and Reporting of Tsunamis
- Global Sea Level Observing System
- North West Shelf Operational Oceanographic System
- Sea-level curve
- Kenaikan permukaan laut
- Sistem Geodesi Dunia
- Deep scattering layer
- Hidroakustik
- Tomografi akustik kelautan
- Bom sofar
- Saluran SOFAR
- Akustik bawah air
- Argo
- Benthic lander
- Warna air
- DSV Alvin
- Energi laut
- Pencemaran laut
- Mooring
- National Oceanographic Data Center
- Samudra
- Penjelajahan samudra
- Ocean observations
- Ocean reanalysis
- Ocean surface topography
- Ocean thermal energy conversion
- Oseanografi
- Outline of oceanography
- Pelagic sediment
- Sea surface microlayer
- Sea surface temperature
- Air laut
- Science On a Sphere
- Termoklin
- Underwater glider
- Kolom air
- World Ocean Atlas
- Kategori
- Commons